Home | News & Opinion | Market Data  
News & Opinions | Gayahidup

Friday, August 18, 2017 20:35 WIB

Jadi Nomaden Digital, Para Milenial Ini Bekerja Sekaligus Liburan Permanen di Bali

Ipotnews - Jumat telah beranjak sore di Denpasar, Bali. Saat Nick Sarafa, pria asal Michigan, Amerika Serikat, mulai duduk dan memeloti laptopnya di sebuah ruang layaknya sebuah cafe, yang disebut sebagai ruang kerja bersama.

Tempat bekerja tersebut hanya beberapa menit berjalan kaki dari pantai. Memang jauh dari mewah, pintu pun seadanya, dan langit-langit terbuat dari susunan bambu. Namun,  fasilitas di ruang kerja bersama ini serba gratis khusus untuk para ‘member’. Untuk masuk ke ruang itu, para anggota harus melepas alas kaki. Di seberang lokasi itu, terlihat fasilitas yang menawarkan pijat satu jam seharga Rp100 ribu.

Sarafa adalah seorang konsultan perangkat lunak yang telah bekerja di berbagai perusahaan dan menetap di Bali selama dua tahun terakhir. Dia adalah bagian dari gerakan kaum  yang  tengah berkembang dan disebut "Nomaden Digital". Mereka terdiri dari para milenial yang menjadi pengusaha, perancang, dan pengembang digital. "Kebanyakan orang tidak mengerti bahwa saya bangun tidur, membuka komputer, dan bekerja sehari penuh dari manapun saya berada," kata Sarafa, seperti diberitakan CNBC, Jumat (18/8).

Popularitas gaya hidup nomaden di kalangan generasi milenial ini telah menumbuhkan platform baru seperti Nomad List, yang memeringkatkan kota-kota di seluruh dunia berdasarkan empat kriteria: biaya hidup, akses internet, keamanan, dan kesenangan. Saat ini Budapest, Hungaria, adalah kota dengan peringkat tertinggi.

Dua nomaden digital lainnya yaitu Cassie Torrecillas dan Shay Orlena Brown, membuat bisnis dari gaya hidup mereka. Mereka membuka "The Bombshells Bucketlist", sebuah perusahaan yang membantu kaum wanita milenial membangun bisnis online, dengan menyediakan kursus online yang mengajarkan keterampilan seperti desain website dan pemasaran digital.

Torrecillas dan Brown berasal dari AS dan Kanada dan telah tinggal di luar negeri selama empat tahun sekarang, dan sejak tahun lalu mereka menetap di Bali.

"Kami lebih produktif di sini. Jika saya kembali ke Amerika Serikat, khususnya di Orange County, saya tentu harus selalu berada di mobil," kata Torrecillas. "Pada saat saya pulang, saya sangat lelah, dan saya masih merasa belum menyelesaikan pekerjaan," tambahnya.

Orang-orang yang skeptis mungkin berpendapat bahwa para nomaden digital ini hanya melakukan liburan permanen dan menghamburkan uang. Tapi bagi mereka sebaliknya.

Torrecillas dan Brown mengatakan bahwa mereka masing-masing hanya membayar sekitar USD500 per-bulan untuk tinggal di villa bersama, lengkap dengan kolam renang. Mereka memiliki pembantu rumah tangga harian dan mendapatkan kelapa segar dan susu almond yang dikirim secara teratur.

Sementara, Sarafa mengaku hanya membayar kira-kira sepertiga biaya sebagian besar kota di AS, termasuk untuk makan. Setiap hari, kapanpun dia suka, bisa pergi berselancar atau melakukan yoga. "Saya tidak pernah lebih bahagia atau lebih sehat dari saat ini dalam hidup saya. Saya berada di sekitar orang-orang yang memotivasi saya untuk bekerja lebih keras dan menjadi lebih sehat, dan menjadi versi yang lebih produktif dari diri saya sendiri."

Dirinya, tambah Sarafa, membangun pekerjaan di sela-sela gaya hidup, bukan sebaliknya. "Sebagian besar orang yang pernah saya tangani (dalam bisnis) tak pernah berjabat tangan dengan saya," tandas Sarafa soal bisnis digital global yang ia jalani dan dikontrol dari indahnya hidup di Bali.(Cathy)

copyright 2011 IPOTNEWS.com [Full Site]